Jumat, 11 Mei 2012

Pengertian Individu, Keluarga, Masyarakat


  1. Pengertian Individu
Kata “ individu “ berasal dari kata latin yakni “ individuum “. Berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Dalam ilmu social paham individu menyangkut tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Dalam ilmu social, individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa, yang tak seberapa mempengaruhi kehidupan manusia.  Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai suatu kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan . dengan demikian sering di gunakan sebutan “ orang- seorang” atau “ manusia perseorangan”. Sifat dan fungsi orang-orang disekitar kita adalah makhluk- makhluk yang agak berdiri-sendiri, dalam berbagai hal bersama-sama satu sama lain, tetapi dalam banyak hal banyak pula perbedaannya, sejenis tapi tak sama, semakin tua semakin maju dan semakin banyak pula perbedaannya. Pada setiap anggota suatu bangsa yang bermacam-macam tingkat peradabannya, terjadi diferensiasi dengan corak sifat dan tabiat beraneka macam.
Timbulnya diferensiasi social bukan hanya pembawaan, tetapi melalui kaitan dengan dunia yang telah mempunyai sejarah dengan peradabannya. Hal ini memberikan keuntungan rohani bagi individu seperti bahasa, agama, adat –istiadat dan kebiasaan, paham-paham hukum, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Semuanya telah ditata dan dipakai oleh generasi sebelumnya. Akan tetapi, betapapun besarnya pengaruh lingkungan social terhadap individu, manusia tetap mempunyai watak dan sifat tertentu yang aktif di tengah-tengah sesama manusia lainnya. Insyaf akan “ aku “ nya dan sadar, serta mengumpulkan kekutan rohani untuk bertindak sendiri. Bahkan individu yang mempunyai aktivitas sadar  lebih dari ukuran rata-rata kebanyakan orang, disebut orang yang mempunyai kepribadian istimewa.
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan, bahwa individu adalah seorang manusia yang  tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik tentang dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya  merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek psikis rohaniah, dan aspek social kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi, kegoncangan pada satu aspek akan membawa akibat pada aspek lainnya.
Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seeorang sampai pada dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri.individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup, maka muncul struktur masyarakat yang akan menentukan kemantapan masyarakat. Konflik mungkin terjadi karena pola tingkah laku spesifik dirinya bercorak bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat dari sekitarnya.
Individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan : menyimpang dari norma kolektif kehilangan individualitasnya atau takluk terhadap kolektif, dan mempengaruhi masyarakat seperti adanya tokoh pahlawan atau pengacau. Mencari titik optimum antara dua pola tingkah laku ( sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat ) dalam situasi yang senantiasa berubah, memberi konotasi “ matang “ atau ‘’ dewasa “ dalam konteks social. Sebelum “ baik “ atau “ tidak baik “ pengaruh individu terhadap masyarakat adalah relatif.[1]
Manusia dikatakan menjadi individu apabila pola tingkah lakunya sudah bersifat spesifik didalam dirinya dan bukan lagi menuruti pola tingkah laku umum. Didalam sebuah massa, manusia cenderung menyingkirkan individu alitasnya karena tingkah lakunya adalah hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat dicirikan, apabila manusia dalam tindakan-tindakannya menjurus kepada kepentingan pribadi maka disebut manusia sebagai makhluk individu sebaliknya, apabila tindakan-tindakannya merupakan hubungan dengan manusia lainnya, maka manusia itu dikatakan makhluk social. Pengalaman menunjukkan bahwa jika seseorang pengabdiannya kepada diri sendiri besar, maka pengabdian kepada masyarakat kecil. Sebaliknya, jika sesorang pengabdiannya terhadap diri sendiri kecil, maka pengabdiannya kepada masyarakt besar. Dengan demikian dapatlah dikatakan  bahwa proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai ia adalah dirinya sendiri, disebut sebagai proses individualitas, atau kadang-kadang juga diberi nama proses aktualisasi diri.[2]
Ø  Relasi Individu Dengan Masyarakat
Masyarakat merupakan satuan lingkungan social yang bersifat makro. Agak berbeda dengan pengertian komunitas, sebab aspek kriterium pada sebuah masyarakat kurang ditekankan. Namun aspek-aspek keteraturan social dan wawasan hidup kolektif memperoleh bobot yang lebih besar pula, sebab kedua aspek itu menunjukkan pada derajat integrasi masyarakat dan tingkat keorganisasiannya. Dalam konteks yang lebih luas dan komprehensif, masyarakat pada umumnya dipandang dari sudut sosiologi. Fungsi, struktur, proses dan variabel lainya dipakai untuk mengkaji dan menjelaskan fenomena-fenomena kemasyarakatan menurut persepsi makro.
Masyarakat dikatakan bersifat makro, sebab terdiri dari sekian banyak komuniti, dan masing-masing komuniti dengan karakteristik yang mungkin berbeda. Sedangkan setiap komuniti juga sekaligus mencakup berbagai macam keluarga dan lembaga, yang pada hakekatnya terdiri dari individu-ndividu.
Relasi individu dengan masyarakat ini lebih bersifat sebagai “ abstraksi “. Lain dengan sebuah komunitas apalagi keluarga atau lembaga, di mana relasi individu dengan lingkungan social terbatas lebih kongkrit sifatnya. Didalam sebuah komuniti, seorang pencuri misalnya adalah seorang yang bernama A, dari keluarga Y dan dari golongan X. didalam masyarakat, seorang pencuri adalah seorang pelaku yang menyimpang dari norma-norma keteraturan social dan sekaligus dapat berperan sebagai indicator tinggi-rendahnya keamanan lingkungan untuk wilayah pemukiman tertentu.
  1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan sauatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini , dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja.[3]
Banyak hal-hal yang mengenai kepribadian yang dapat dirunut dari keluarga, yang pada saat-saat sekarang ini sering dilupakan orang. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan bahkan dipisahkan  dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah social, karena kehilangan pijakan. Keluarga sudah seringkali terlihat kehilangan peranannya. Oleh karena itu adalah bijaksana kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Keluarga, pada umumnya, diketahui terdiri dari seorang individu ( suami ) individu lainnya (istri) yang selalu berusaha menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala suka duka hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama.
Keluarga biasanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak nya. Anak-anak inilah yang nantinya berkembang dan mulai bisa melihat dan mengenal arti diri sendiri, dan kemudian belajar melalui pengenalan itu. Apa yang dilihatnya, pada akhir nya akan memberinya suatu pengalaman individual. Dari sinilah ia mulai dikenal sebagai individu. Individu ini pada tahap selanjutnya mulai merasakan bahwa telah ada individu-individu lainnya yang berhubungan secara fungsional. Individu – individu tersebut adalah keluarganya yang memelihara cara pandang dan cara menghadapi masalh-masalahnya, membinanya dengan cara menelusuri dan meramalkan hari esoknya, mempersiapkan pendidikan, keterampilan dan budi pekertinya. Akhirnya keluarga menjadi semacam model untuk mengidentifikasi sebagai keluarga yang broken home, moderate dan keluarga sukses.
Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut beliau adalah berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestasi daripada seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri.
 Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga social sebagai hasil factor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri  sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.[4]
Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat.
1)      Keluarga hendaknya selalu  menjaga dan memperhatikan cara pandang individu terhadap kebutuhan-kebutuhan pokoknya baik itu yang bersifat organic maupun yang bersifat psikologis. Sehingga cara pemenuhan kebutuhan itu bisa berjalan dalam  batas-batas yang sesuai dengan porsinya. Pertumbuhan psikologisnya tidak menimbulkan kesan yang kurang wajar. Misalnya, kualitas maupun kuantitas makanan yang diperlukan, pakaian yang terlampau menyolok yang biasa nya diikuti oleh pemilihan teman  yang semata-mata berdasarkan kepentingan sepihak saja. Individu tersebut memilih orang yang menerima diri dan segala perintahnya tanpa pernah orang lain boleh mempertanyakan. Inilah yang akhirnya mengarah pada sifat individualistis.
2)       Mempersiapkan segala sesuatau yang ada hubungan langsung maupun tidak langsung dengan pendidikannya. Artinya keluargalah yang mempunyai tanggung-jawab moral pada usaha mengupayakan pendidikan dan menjadi orang terdidik.
3)      Membina individu dengan cara mengamati garis kecenderungan individu ( trait ). Hasil dari kegiatan tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pengembangan potensi yang ada. Pada tahap inilah keluarga membina kearah cita-cita dan menanamkan kebiasaan yang baik dan benar untuk mencapai cita-cita tersebut.
4)      Keluarga adalah model dalam masyarakat yang menjadi acuan yang baik untuk ditiru yang juga menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Melalui tahap inilah individu benar-benar mulai dilepas di masyarakat secara penuh dan mengalami segala sesuatunya secara individual.[5]
a)            Pengertian Fungsi Keluarga.
 Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan itu biasa disebut fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas- tugas yang harus dilaksanakan didalam atau keluarga itu.
b)            Macam-macam Fungsi keluarga.
 Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan dirinci kedalam beberapa fungsi, yaitu :
*      Fungsi Biologis
Dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-anak nya. Karena dengan perkawinan akan terjadi proses kelangsungan keturunan. Dan setiap manusia pada hakikatnya terdapat semacam kelangsungan hidupmketurunannya, melalui perkawinan.
Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang-orang tua bagi anak-anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengatur rumah tangga bagi sang istri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain. Persiapan ini dilakukan sejak anak menginjak kedewasaan. Sehingga tepat pada waktunya ia sudah matang menerima keadaan baru dalm mengarungi hidup rumah tangganya.
Dengan persiapan yang cukup matang ini dapat mewujudkan suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan harmonis. Kebaikan rumah tangga ini dapat membawa pengaruh yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakat.
*      Fungsi Pemeliharaan
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggota nya dapat terlindung dari gangguan-gangguan sebagai berikut :
1.      gangguan udara dengan berusaha menyediakan rumah
2.      Gangguan penyakit dengan berusaha menyediakan obat-obatan
3.      Gangguan bahaya dengan berusaha menyediakan senjata, pagar tembok dan lain-lain.
Bila dalam keluarga fungsi ini telah dijalankan dengan sebaik-baiknya sudah barang tentu akan membantu terpeliharanya keamanan dalam masyarakat pula. Sehingga terwujud suatau masyarakat yang terlepas atau terhindar dari segala gangguan apapun yang terjadi.
*      Fungsi Ekonomi
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang pokok yaitu :
1.      Kebutuhan Makan Dan Minum
2.      Kebutuhan Pakaian untuk menutup tubuhnya
3.      kebutuhan tempat tinggal
berhubung dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakian serta tempat tinggal.
Sehubungan dengan fungsi ini keluarga juga berusaha melengkapi kebutuhan jasmani dimana keluarga ( orang tua ) diwajibkan berusaha agar anggotanya mendapat perlengkapan hidup yang bersifat jasmaniah baik yang bersifat umum maupun yang bersifat individual. Perlengkapan jasmaniah keluarga yang bersifat umum misalnya meja kursi, tempat tidur, lampu dan lain-lain.
Juga dapat termasuk kedalam golongan perlengkapan jasmani adalah permainan anak. Permainan anak ini memiliki nilai bagi anak-anak untuk mengembangkan daya cipta disamping sebagai alat-alat rekreasi anak.
*      Fungsi Keagamaan
Di Negara Indonesia yang berideologi pancasila berkewajiban pada setiap warganya ( rakyatnya ) untuk menghayati, mendalami dan mengamalkan pancasila didalam perilaku kehidupan keluarganya sehingga benar-benar dapat diamalkan P4 ini dalam kehidupan keluarga yang pancasila.
Dengan dasar pedoman ini keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia yang bertaqwa kepada Tuhan yang  Maha Esa. Dengan demikian akan tercermin bentuk masyarakat yang pancasila apabila semua keluarga melakasanakan P4 dan fungsi keluarga ini.
*                        Fungsi Sosial
Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-peranan yang diharapkan akan mereka jalankan kelak bila sudah dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi.
Dengan fungsi ini diharapkan  agar didalam keluarga selalu terjadi pewaris kebudayaan atau nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik buruknya perbuatan dan lain-lain.
Dengan melalui nasihat dan larangan, orang tua menyampaikan norma-norma hidup tertentu dalam bertingkah laku.
Dalam buku ilmu social dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara dikatakan bahwa fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
  1. Pembentukan kepribadian, dalam lingkungan keluarga, para orang tua meletakkan dasar-dasar kepribadian kepada anak-anaknya, dengan tujuan untuk memproduksi serta melestarikan kepribadian mereka dengan anak cucu dan keturunannya. Mulai sejak anak-anak berlatih belajar berjalan sampai dengan usia sekolah dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab, lingkungan keluarga yang bertitik sentral pada ayah dan ibu secara intensif mambentuk sikap dan kepribadian anak-anaknya. Contoh pada keluarga suku Jawa atau suku Sunda, seorang anak yang menerima sesuatu pemberian dari orang tua atau kerabat-kerabat keluarga, harus menerima dengan tangan kanan. Bila anak menerima dengan tangan kiri, pemberian itu ditarik surut, dan baru setelah anak menerima dengan tangan kanan pemberian itu benar-benar diberikan. Tindakan semacam itu merupakan suatu proses mendidik dan membentuk kepribadian dengan penuh kesadaran dan berencana.secara bertahap anak-anak juga diajari dan diberi pengertian mendasar mengenai sopan santun, bertingkah laku serta bertutur kata yang baik dan tepat terhadap teman-teman sebaya, orang tua, dan kepada mereka yang patut dihormati. Apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan yang telah digariskan, orang tua akan langsung menegur dan spontan memberitahu anaknya bahwa hal-hal yang menyimpang dari tata cara yang telah digariskan adalah tidak benar, tidak sopan.
Demikianlah lingkungan keluarga, khususnya orang tua membentuk kepribadian anak-anaknya secara sadar dan terencana sesuai dengan kepribadian suku Jawa atau suku Sunda khususnya. Dan sesuai dengan kepribidian bangsa Indonesia pada umumnya. Pengalaman –pengalaman dalam interaksi social dalam lingkungan keluarga adalah suatu modal dasar dalam membentuk kepribadian seseorang, dan turut menentukan pula tingkah laku seseorang terhadap orang lain, dalam pergaulan diluar lingkungan keluarganya.
  1. Erat kaitannya dengan butiran keluarga juga berfungsi sebagai alat produksi kepribadian-kepridian yang berkaitan yang berakar dari etika, estetika, moral keagamaan, dan kebudayaan yang berkolerasi fungsional dengan sebuah struktur masyarakat tertentu. Contoh : dari keluarga seniman tari Bali, diwariskan ketrampilan seni patung atau seni tari Bali kepada anak keturunannya, trampil pula sebagai seniman patung atau sebagai seniman tari Bali, sebagai hasil reproduksi seni patung dan seni tari dalam lingkup keluarga tersebut. Akan berlaku serupa proses reproduksi dari materi-materi kebudayaan dari keluarga lain dari suku bangsa di Republik Indonesia khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
  2. Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat, karena menempati posisi kunci. Keluarga adalah sebagai jenjang dan perantara pertama dalam transmisi kebudayaan. Pada kelompok masyarakat primitive, peranan keluarga adalah maha penting sebagai transmisi kebudayaan, sekalipun sudah ada pula perantara-perantara lain. Namun demikian, pada masyarakat primitive, peranan keluarga sebagai penyaluran transmisi kebudayaan sudah tidak memadai lagi. Lembaga-lembaga nonformal dan formal seperti sekolah-sekolah adalah perantara dalam bentuk lain dalam transmisi kebudayaan. Semakin maju dan dinamis suatu kelompok masyarakat makin banyak memerlukan sekolah-sekolah. Sejalan dengan itu semakin besar pula fungsi sekolah sebagai perantara  dalam transmisi kebudayaan. Sebaliknya fungsi keluarga sebagai lembaga transmisi kebudayaan seacara relative semakin mundur. Contoh : televise sebagai produk teknologi modern sudah demikian besar berperan sebagai transmisi kebudayaan. Bahkan menurut Margared Mead ( antropolog dari Amerika Serikat ) menyatakan bahwa peranan televise sebagai transmisi kebudayaan sudah melebuhi peranan transmisi kebudayaan lain ( Mayor Polak, 1979 : 108 ).
  3. Keluarga berfungsi sebagai lemabaga perkumpulan perekonomian dalam masyarakat primitif biasanya terdapat system kekeluargaan yang sangat luas. Akan  tetapi kehidupan perekonomian masih belum berkembang. Pada kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kompleks tetapi belum masuk pada era masyarakat industri, perekonomian mereka sudah mulai berkembang. Namun begitu ikatan-ikatan kekeluargaan masih terjalin kuat dan sering mempengaruhi atau menguasai bidang perekonomian mereka. Contoh : dalam lingkungan “ keluarga besar “ SUKU Batak Karo maupun Simalungun di Sumatra Utara, huta atau kuta yang memegang hak ulayat atas penguasaan tanah pertanian, baik berupa sawah atau lading. Tanah-tanah pertanian yang dikuasai huta atau kuta dapat diolah anggota-anggota keluarga laki-laki. Mereka dapat menggrap tanah pertanian itu seperti tanah milik sendiri. Akan tetapi tidak dapat menjual tanpa persetujuan dari huta yang diputuskan dengan musyawarah adapt. Dalam lingkungan suku Batak Karo dan Simalungun, ada perbedaan antara golongan keturunan dari para pendiri huta atau kuta dengan penduduk pendatang kemudian. Para pendiri huta atau kuta disebut marga tanah memiliki tanah paling luas. Sedangkan golongan lainnya memiliki tanah hanya cukup untuk hidup. ( Koentjaraningrat,1979 : 101 )
  4. Keluarga berfungsi sebagai pusat pengasuhan dan pendidikan

  1. Pengertian  Masyarakat
Seperti halnya dengan definisi sosiologi yang banyak jumlahnya. Banyak pula definisi tentang masyarakat yang juga tidak sedikit. Definisi adalah sekedar alat ringkat untuk memberikan batasan-batasan mengenai sesuatu persoalan atau pengertian ditinjau dari pada analisa. Analisa inilah yang memberikan arti yang jernih dan kokoh dari sesuatu pengertian.
Mengenai arti masyarakat ini, disini ada beberapa definisi dari beberapa ahli, misalnya :
R. Linton : seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan social dengan batas-batas.
S.R. Steinmetz : seorang sosiologi bangsa belanda, mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih  kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
J.L Gillin dan J.P. Gillin : mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.
Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat ( society ) adalah wadah segenap antar hubungan social terdiri atas banyak sekali kolektiva- kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok.
Kemudian pendapat dari Prof. M.M. Djojodiguno tentang masyarakat adalah kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia.
Akhirnya Hasan Sadzily berpendapat bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya, bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Jelasnya: masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar kehidupan social dalam lingkungan  mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki cirri-ciri kehidupan yang khas. Dalam lingkungan itu, antara orang tua dan anak, antara ibu dan ayah, antara kakek dan cucu, antara sesame kaum laki-laki  dan kaum wanita, larut dalam suatu kehidupan yang teratur dan terpadu dalam suatu kelompok manusia yang disebut masyarakat.
Memiliki kenyataan dilapangan, suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa. Bisa juga berlatar belakang dari berbagai suku. Contoh yang disebut masyarakat Jakarta atau Betawi, pada hakikatnya berakar dan bernenek moyang dari berbagai suku. Salah satu diantaranya adalah suku sunda, Jawa Barat, erat kaitannya dengan itu tatanan kehidupan, norma-norma dan adapt istiadat yang memberi  warna kepribadian orang Betawi, salah satu diantaranya berakar dan berasal dari kebudayaan dan kepribadian suku Sunda dan Jawa Barat. Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju ( modern ).
1)      Masyarakat Sederhana
Dalam lingkungan masyarakat sederhana ( primitive ) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain tidak terungkap dengan jelas, sejalan dengan pola  kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitive atau belum sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju.
2)      Masyarakat Maju.
Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok social, atau lebih akrab dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasdarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cakupan nasional, regional maupun internasional. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.

Tugas manusia sebagai anggota masyarakat;
1.      Saling tolong menolong dan bantu membantu dalam kebajikan
2.      Ikut meringankan beban kesengsaraan orang lain
3.      Menjaga dan memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban lingkungan dan masyarakat
4.      Menghindari perkataan dan tindakan yang menyakitkan orang lain sehingga tercipta ketergantungan yang saling menguntungkan.

D.    Stratifikasi Sosial
Stratifikasi atau stratifikasi social (social stratification) adalah perbedaan penduduk dalam suatu masyarakat ke dalam sejumlah tingkatan atau lapisan (stratum) secara hierarkis,dari lapisan yang tertinggi sampai lapisan yang terbawah.inti dari adanya pelapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya pemerataan atau keseimbangan dalam pembagian hak-hak, kewajiban dan tanggung jawab di antara para anggota masyarakat, yang selanjutnya mempunyai pengaruh pada pembagian kesejahteraan di antara para warga masyarakat tersebut.[6]
Secara sekilas stratifikasi social dapat diartikan sebagai struktur social atau susunan masyarakat yang dibedakan ke dalam  lapisan-lapisan secara bertingkat. Perwujudan stratifikasi social didalam masyarakat dikenal dengan istilah kelas-kelas sosia. Kelas-kelas social tersebut, terdiri dari kelas social atas ( upper Class ), kelas social menengah ( middle class ), dan kelas social rendah ( lower class ).
      Dalam hampir semua masyarakat di dunia , baik yang amat sederhana maupun yang kompleks sifatnya, dalam pergaulan antar-individu slalu terdapat perbedaan bertingkat dalam hal kedudukan dan derajat. Dalam masyarakat sederhana dan kecil-kecil biasanya pembedaan derajat dan kedudukan itu bersifat minimum, karena warganya sedikit jumlahnya dan individu-individu yang di anggap tingkat tinggi juga tidak banyak macam dan jumlahnya. Sebaliknya, dalam masyarakat yang kompleks biasanya perbedaan kedudukan dan derajat menjadi nyata dan besar mereka untuk mengkonsentrasikan pada dirinya berbagai hal yang di hargai dan di inginkan masyarakat: kekuasaan, harta dan modal fisik, pendidikan dan kesehatan atau modal nonfisik/ manusiawi, penghargaan masyarakat,harga diri, dan lain-lain.Semua itu terjadi sambil meninggalkan lapisan terbawah yang berupa mayoritas, di sebut “massa”, tidak memperoleh secara berarti sisanya, kecuali kejelataan, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, kurang terhormat, rendah diri, dan lain-lain.
      Situasi yang demikian berlawanan dengan prakondisi yang di tuntut untuk terciptanya demokrasi yang membuka peluang luas bagi rakyat banyak untuk perbaikan hidup. Jadi bertentangan atau menghambat terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Sebab asasi mengapa ada pelapisan social dalam masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemempuan manusia memiliki perbedaan itu dengan menerapkan berbagai kriteria. Artinya menganggap ada sesuatu yang di hargai- maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang menumbuhkan adanya system berlapis-lapisan dalam masyarakat. Sesuatu yang di hargai dapat berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam agama, atau keturunan warga yang terhormat.
     Tingkat kemampuan memiliki sesuatu yang di hargai tersebut, akan melahirkan lapisan social yang mempunyai kedudukan atas dan kedudukan rendah.
     Proses terjadinya system berlapis-lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya, atau sengaja di susun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sistem lapisan social yang sengaja di susun biasanya mengacu kepada pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam dalal organisasi formal. Agar dalam masyarakat manusia hidup dengan teratur, maka kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi-bagi dengan teratur dalam suatu organisasi vertical atau horizontal. Bila tidak, kemungkinan besar terjadi pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan masyarakat.
Sifat dari system berlapis-lapisan dalam masyarakat ada yang tertutup dan ada yang terbuka yang bersifat tertutup tidak memungkinkan pindahnya orang seorang dan suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik pindahnya keatas maupun kebawah. Keanggotaan dari suatu lapisan tertutup, diperoleh melalui kelahiran. System lapisan tertutup dapat dilihat pada masyarakat yang berkasta, dalam suatu masyarakat yang feudal, atau pada masyarakat yang system berlapis-lapisannya ditentukan oleh perbedaan rasial. Pada masyarakat yang system berlapis-lapisannya bersifat terbuka,setiap anggota mempunyai kesempatan buat berusaha dengan kecakapannya sendiri untuk naik lapisan social, atau kalau tidak beruntung, dapat jatuh kelapisan bawahnya.
Hal-hal yang mewujudkan unsur-unsur dari system pelapisan social adalah sebagai berikut :
1.      Kedudukan ( social Status )
Kedudukan adalah tempat seseorang bdalam hubungannya dengan orang-orang lain dalam masyarakat, yang akan memberi hak-hak serta kewajiban-kewajiban tertentu kepada individu yang menempati kedudukan tersebut.
Didalam masyarakat sebagai satu system terdapat banyak status atau kedudukan. Daripadanya lalu terbentuklah suatu hierarki status. Status tertentu hanya mempunyai arti dan baru bisa dimengerti apa bila dikaitkan dengan status lain yang lebih tinggi maupun yanmg lebih rendah. Berbagai status yang berbeda secara berjenjang ini menimbulkan adanya Social Rank atau “ jenjang derajat social “.
Berdasarkan cara status itu diperoleh oleh waega masyarakat, maka status dibedakan menjadi:
v  Ascribed Status (  status yang dihadiahkan )
Kedudukan macam ini diterima oleh seseorang bukan karena usaha, melainkan karena pengaruh adat dan kebudayaan yang berlaku, atau corak masyarakat, misalnya masyarakat feudal. Misalnya istri pejabat secara otomatis akan mengikuti kedudukan suami, anak seorang ningrat dengan sendirinya akan mendapat  hak-hak seperti yang dinikmati oleh orang tuanya, seorang warga kasta sudra mendapat kedudukan yang rendah demikian semata-mata karena orangtuanya tergolong kasta yang bersangkutan,; si Tini tidak melanjutkan sekolah seperti kakaknya, karena dia wanita; boy dilepaskan dari jaringan operasi tertib lalu lintas karena dia putra pak pejabat: pengusaha muda yang berjaya karena dia putra pak pejabat; dan lain-lain. Ascribed status mempunyai konotasi yang berbau diskriminatif.
v  Achieved Status ( status yang dicapai dengan usaha )
Kedudukan macam yang kedua ini dicapai oleh seseorang berkat jerih payah usahanya sendiri. Kedudukan macam ini bersifat terbuka bagi siapa saja, asal mampu memenuhi persayaratan yang dituntut oleh kedudukan tersebut. Contoh: kedudukan sebagai dokter, kedudukan ini sebetulnya terbuka bagi siapa saja, asalkan mampu memenuhi persyaratan yang dituntut oleh profesi tersebut. Pemenuhan persayaratan dikembalikan kepada bersedia tidaknya seseorang untuk mengusahakannya.
Didalam masyarakat, seseorang warga  bisa memiliki beberapa kedudukan sekaligus. Contoh : seorang kepala dukuh, yang sekaligus juga menjadi ayah dari anak-anaknya, mendapat nafkah utama sebagai petani peternak unggas, duduk sebagai anggota pengurus ranting partai politik tertentuu, dan seterusnya.
 Dari macam-macam kedudukan yang disandang itu biasanya hanya satu kedudukan yang dipandang oleh masyarakat, dan atas dasar itu individu yang bersangkutan dimasukkan kedalam lapisan social yang sesuai. Kedudukan itu  adalah yang dianggap paling menonjol oleh masyarakat.
2.      Peranan ( role )
Sering dikatakan bahwa kedudukan dan peranan memang bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. Keduanya berupa dua aspek atau sisi dari satu realitas yang sama, perbedaannya hanya terdapat dalam pikiran manusia. Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan merupakan aspek statis dari peranan. Telah disebutkan dimuka bahwa tiap kedudukan berarti sejumlah hak dan kewajiban tertentu. Peranan tidak lain adalah realisasi semua hak dan pelaksanaan segala kewajiban yang terkandung didalam kedudukan. Seseorang dikatakan telah menjalankan peranannya secara pas didalam masyarakat apabila ia telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan tidak kurang , serta mempergunakan hak-haknya, dan tidak lebih, seperti yang dituntut dan diberikan oleh kedudukan social yang ditempatinya,
Peranan mempunyai arti penting dalam kehidupan masyarakat karena peranan ( 1 ) berfungsi mengatur tingkah laku seseorang, dan ( 2 ) berdasarkan keteraturan itu tingkah laku seseorang bisa diramalkan, maka akan memepermudah orang lain dalam menyesuaikan perilakunya sendiri, demi terciptanya kehidupan social yang serasi. Contoh : mungkin seorang mahasiswa ragu-ragu memberitahukan kecurangan seorang teman dalam ujian kepada teman yang lain. Siapa tahu teman ini sahabat karib teman yang curang, tapi melapor kepada pengawas ujian mustinya tidak perlu dihambat oleh rasa was-was, karena diharapkan kedudukannya sebagai pengawas, justru kewajibannyalah  menghindarkan atau menindak kecurangan, dan berterima kasih kepada siapa pun yang dengan maksud baik memberikan informasi kepadanya dan bukan sebaliknya.
Criteria atau alasan untuk membedakan lapisan social yang satu dengan lainnya, atau alas an terjadinya  pelapisan social yaitu berupa sesuatu  yang dinilai tinggi oleh masyarakat, dan biasanya bisa berbeda-beda untuk masyarakat yang satu dengan yang lainnya, bahkan dalam satu masyarakat yang sama pun tata nilai yang dianut oleh masyarakat juga bisa berbeda-beda dan bisa berubah.
Karl Marx membedakan kelas-kelas social berdasarkan pemilikan  dan penguasaan alat-alat produksi, yaitu capital atau modal. Berdasarkan criteria ini maka masyarakat ( industri ) diklasifikasikan kedalam dua kelas, yaitu, pemilik alat –alat produksi, disebut kaum borjuis, dan kelas pekerja atau buruh, disebut kaum proletar. Jadi system stratifikasi Marx didasrkan atas tolak ukur ekonomi. Max Weber[7] mengakui bahwa untuk sebagaian sratifikasi memang bisa didasarkan pada alasan ekonomis, akan tetapi masih ada tolak ukur lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu kekuasaan politik atau pengaruh  dan terakhir prestise atau kehormatan seseorang di mata   orang-orang lain. Berdasarkan tiga tolak ukur ini Weber membedakan tiga macam system stratifikasi, yaitu : (1 ) stratifikasi ekonomi ( 2 ) stratifikasi politik, dan ( 3 ) stratifikasi social, yang saling pengaruh mempengaruhi.
Pada beberapa masyarakat tradisional, tolak ukur berikut bisa menjadi alasan pelapisan social, antara lain : keturunan pembuka tanah, luas pemilikan tanah, senioritas, besar nya jasa yang pernah dibaktikan kepada masyarakat, jenis kelamin, kedudukan dalam agama, kemudian berangsur-angsur pendidikan menjadi dasar baru yang kian penting dalam masyarakat yang mulai terkena pengaruh modernisasi.
Setiap masyarakat memiliki system stratifikasi social tertentu yang bisa berbeda dengan system yang dimiliki oleh masyarakat lain. Ada dua tipe system, yaitu : ( 1 ) bersifat tertutup ( closed social stratification )- lalu masyarakatnya disebut closed society, dan ( 2 ) bersifat “ terbuka “ ( open social stratification ) didalm masyarakat  yang terbuka “ open society “ . system stratifikasi tertutup berarti tidak adanya peluang bagi pindahnya seseorang dari lapisan satu kelapisan yang lain, baik yang merupakan gerak keatas maupun kebawah. Pada sisitem seperti ini maka satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan masyarakat adalah dengan kelahiran. Didalam masyarakat yang terbuka mungkin saja terdapat ketidaksamaan tertentu diantara lapisan satu dengan lainnya, akan tetapi orang memiliki kemungkinan  nyata untuk berpindah ke lapisan yang lebih tinggi, atau karena nasib yang kurang beruntung, merosot ke kaadaan yang buruk atau lebih buruk lagi. Didalm masyrakat  semacam itu warga masyarakat mencapai, dan tidak menerima, kedudukan atas status tertentu. Pencapaian itu berdasarkan hasil jerih payah usahanya sendiri ( achieved status ). Sebaliknya didalam closed society, seseorang telah ditetapkan statusnya sejak lahir dan berlaku untuk seumur hidup, tanpa ada peluang untuk berpindah status ( ascribed status ).
Pentingnya mempelajari bermacam-macam sistem stratifikasi  menurut sifatnya antara lain adalah untuk mengetahui sifat struktur social masyarakat. Apakah struktur itu bersifat ketat-tegar, ataukah fleksibel-luwes dalam memberi kemungkinan perbaikan status dan kehidupan bagi warga-warganya sesuai dengan jasa yang diberikan kepada masyarakat.



[1] Ir. M. Munandar Solaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Edisi Revisi. PT.Eresco, Bandung, hal 55
[2] Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Usaha Nasional, Surabaya. Hal 54 -55
[3] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk keluarga, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1981, hlm.9
[4] Drs. H. Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar. Cet ke II. Hlm 95-96
[5] Josep Riwo Kaho. Ilmu Sosial Dasar kumpulan Essei. Surabaya. Hlm 78-79
[6] Pitirim. A. Sorokin, Social Cultural Mobility, seperti yang dikutip dalam Soerjono Soekanto: Sosiologi ,CV. Rajawali, Jakarta, Edisi baru kesatu, Cetakan IV, 1985.hlm 220
[7] Max Weber, “ Social Stratification and class Structure”. Didalam Selo Sumardjan dan Sulaiman Sumardi, hlm 303

Pengertian Control Sosial


A.   Pengertian Control Social
Menurut  Peter L, Berger ( 1978 ), yang dimaksud pengendalian social adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menerbitkan anggota yang membangkan.
Sementara itu menurut Roucek ( 1965 ), pengendalian social adalah suatu proses baik yang direncanakn  atau tidak untuk mengajak individu agar dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai kelompok tempat mereka tinggal.
Menurut Sarjoeno Soekanto ( 1981 ), yang dimaksud pengendalian social adalah suatu prosesbaik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Pengendalian social atau  pengawasan social lebih populer disebut social control dalam arti sempit dimaksudkan sebagai pengawasan masyarakat kepada jalannya pemerintahan khusus nya kepada para aparatnya.
Agar anggota masyarakat menaatinorma yang berlaku, diciptakan system pengendalian atau pengawasan norma ( social Control ), yakni system  yang dijalankan masyarakat agar perilaku anggota masyarakat selalu disesuaikan dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku [1]
Sebenarnya arti dari social control itu bukan hanya yang telah disebutkan itu, tetapi meliputi semua proses, baik yang direncanakan atau yang tidak, yang sifatnya mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai social yang berlaku.[2]
Lahirnya pengendalian social ( control social )disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan diantara anggota masyarakat. Meskipun demikian, masyarakat tetap menginginkan suatau kehidupan yang tertib, aman, teratur dan tentram.
Tujuan yang ingin dicapai tentunya adalah supaya setiap individu dalam menjalankan kepentingannya dapat berjalan dengan sempurna. Adanya control social tentunya diharapkan dapat berfungsi sebagai pedoman sekaligus sebagai pengawas berbagai perilaku anggotanya didalam kehidupan masyarakat.
B.   Sifat-sifat Pengendalian Sosial
a)      Berdasarkan  waktu pelaksanaan dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
Ø  Pengendalian social yang bersifat preventif ( pencegahan )
Merupakan suatu usaha pencegahan terhadap berbagai penyimpangan nilai dan norma social. Usaha preventif dilakukan sebelum sebuah peristiwa terjadi. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya antisipasi terhadap berbagai kemungkinan penyimpangan social sedini mungkin. Contoh usaha preventif adalah melalui sosialisasi, pendidikan formal dan informal, dakwah, dsb.
Ø  Pengendalian social yang bersifat represif ( memperbaiki )
Bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang terjadi akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku menyimpang pengendalian represif dilakukan setelah sebuah penyimpangan social terjadi. Untuk mengembalikan keadaan sebagaiman mestinya, maka perlu melakukan sebuah usaha pemulihan atau rehabilitasi. Contoh usaha represif yaitu: penjatuhan pidana ( hukuman ) kepada para pelanggar, atau menyimpang dari kaidah social yang berlaku.
Ø  Gabungan antara Preventive dan Represif
Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan ( prefentif ) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma social.
Penanaman norma-norma yang ada secara berulang-ulang dengan harapan bahwa hal tersebut dapat masuk kedalam kesadaran seseorang sehingga ia dapat mengubah sifatnya.

C. Cara Pengendalian Norma Sosial [3]dilakukan dengan :
Ø  Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma dan nilai yang berlaku
Ø  Memberikan penghargaan kepada setiap annggota masyarakat yang taat kepada norma yang berlaku.
Ø  Mengembangkan rasa malu ( sirik ) dalam diri atau jiwa anggota masyarakat apabila menyimpang dari norma yang berlaku.
Ø  Menimbulkan rasa takut, dan
Ø  Menciptakan system hukum, yaitu tata tertib dengan sanksi ( pidana ) yang tegas kepada para pelanggarnya.
D.   Sanksi: Sarana Kontrol Sosial Yang Utama
Adapun yang dimaksud dengan sanksi didalam  pembicaraan-pembicaraan disini ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada seseorang warga masyarakat yang terbukti melanggar dan menyimpang terhadap norma tersebut.
Ada tiga jenis sanksi yang digunakan didalam usaha-usaha pelaksanaan control social ini, yaitu:
a)      Sanksi yang bersifat fisik
Adalah sanksi yang mengakibatkan penderitaan fisik pada mereka yang dibebani sanksi tersebut, misalnya didera, dipenjara, diikat, dijemur di panas matahari, tidak diberi makan dan sebagainya.
b)      Sanksi yang bersifat psikologik
Adalah beban penderitaan yang dikenakan pada si pelanggar norma itu bersifat kejiwaan, dan mengenai perasaan, misalnya hukuman dipermalukan didepan umum, diumumkannya segala kejahatan yang telah pernah diperbuat, dicopot tanda kepangkatan didalam suatu upacara, dan lain sebagainya.
c)      Sanksi yang bersifat ekonomik.
Adalah beban penderitaan yang dikenakan kepada pelanggar norma adalah berupa pengurangan kekayaan atau potensi ekonomiknya, misalnya pengenaan denda, penyitaan harta kekayaan, dipaksa membayar ganti rugi, dan sebagainya.
Control social sesungguhnya juga dilaksanakan dengan menggunakan incentive-incentive positif.incentive adalah dorongan positif yang akan membantu individu-individu untuk segera meninggalkan pekerti-pekertinya yang salah. Sebagaimana halnya dengan sanksi-sanksi,pun incentive itu bisa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
  1. Incentive yang bersifat fisik
Kebanyakan berwujud usapan dikepala, pelukan, ciuman, makan-makan. Jabatan tangan.
  1. Incentive yang bersifat psikologik
Kebanyakan incentive fisik lebih tepat dirasakan sebagai incentive psikolog.
  1. Incentive yang bersifat ekonomik
Kebanyakan berwujud hadiah-hadiah barang atau kea rah penghasilan uang yang lebih banyak.
E.   Kategori Social Kontrol atau Pengawasan Sosial
Menurut tipologinya control social dapat dikategorikan menjadi :
1.      Formal Social Control dan Informal Social Control
Pengendalian social secara formal dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi yang ditugasi oleh masyarakat untuk itu, misalnya lembaga pemerintahan, lembaga ketertiban dan keamanan, semisal pemerintahan desa, kepolisian, kejaksaan, pengadilan ( kehakiman ) dan para penegak hokum yang lain.
Sedangkan secara informal pengawasan social dilakukan oleh siapa saja dari anggota masyarakat demi tegaknya ketertiban dan ketentraman  serta kedamaian masyarakat sesuai dengan norma yang berlaku atau yang diinginkan.
2.      Primary Group Control dan Secondary Group Control
Pengawasan social dari kelompok primer, misalnya orang tua kepada anak-anak mereka, atau oleh seorang individu kepada kelompok, semisal dosen kepada mahasiswanya disuatu perguruan tinggi.
Pengawasan social oleh kelompok sekunder, dapat dilakukan misalnya kelompok tertentu mengawasi kelompok lain, atau sebaliknya, juga pengawasan suatu kelompok kepada individu, dalm kehidupan sehari-hari.
3.                                                            Regulative Social Control dan Suggestive Social control
Pengendalian social yang dilakukan oleh penguasa atau melalui kekuatan dan kekuasaan, dengan menggunakan aturan, atau norma hukum ( regulative ) jika social control yang lain telah gagal melaksanakan fungsinya dalam mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat atau kelompok untuk menyesuaikan diri dengan nilai dan norma social yang berlaku.
Proses pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan:
  1. Persuasive yaitu
Meyakinkan tanpa kekerasan.
  1. Compulsion yaitu
Diciptakan situasai sedemikian rupa hingga seseorang terpaksa mengubah sikapnya, yang menghasilakn kepatuhan secara tidak langsung.
  1. Pervasion yaitu
Dengan cara mengulang-ulang penyampaian norma dan nilai yang diharapkan, sehingga secara tidak sadar akhirnya orang menaati norma yang berlaku.
  1. Coersion dan Coersive yaitu
Pengendalian social dengan cara paksaan

F.    Bentuk-bentuk Control Social
Bentuk control social atau cara-cara pemaksaan konformitas relative beragam. Cara pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan cara persuasive  atau dengan cara koersif. Cara persuasife terjadi apabila pengendalian social ditekankan pada usaha untuk membimbing, sedangkan secara koersif tekanan diletakkan pada kekerasan atau ancaman dengan mempergunakan atau mengandalkan kekuatan fisik.
Menurut Soekanto ( 1981 : 42 )
Cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.
Menurut Peter L. Berger, bahwa olok-olok dan pergunjingan adalah alat  control social yang kuat didalam kelompok primer segala jenis.Disamping itu, mekanisme yang tak kalah efektif untuk menegakkan tertib social didalm komunitas primer adalah moralitas, adapt istiadat, dan tata sopan santun. Seseorang yang bernilai tidak sopan, biasanya akan jarang atau bahkan tidak pernah diundang kedalam pertemuan warga desa. Disisi lain, jika ada seseorang bertindak amoral, seperti berzinah, misalnya ia bukan saja akan dikucilkan, tetapi tidak jarang juga akan diberi sanksi yang betul-betul memalukan sehingga membuat orang lain yang ingin berbuat serupa akan berpikir seribu kali sebelum benar-benar melanggarnya.
Cara terakhir menurut Peter L. Berger adalah dengan cara kekerasan fisik. Cara kekerasan ini dianggap sah mana kala semua cara paksaan gagal.

G.              Aparat Penegak Kontrol Sosial
Didalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah social tidak lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga masyarakat atau pada rasa sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan kaidah social didalm masyarakat yang semakin modern, tak pelak harus dilakukan dan dibantu oleh kehadiran aparat petugas control social.
Didalam berbagai masyarakat, beberapa aparat petugas control social yang lazim dikenal adalah aparat kepolisian, pengadilan, sekolah,lembaga keagamaan,adat,  tokoh masyarakat seperti kiai, pendeta, tokuh yang dituakan dan sebagainya[4].


DAFTAR PUSTAKA
Dwi Narwoko,J dan Suyanto,Bagong. Pengantar sosiologi teks dan terapan.2006. Jakarta: Kencana. Cet. II.
Imam Asyari, Sapari. Sosiologi.2007.Cet. II.Sidoarjo: Muhammadiyah University Press


[1] Asyari, Sapari imam.Sosiologi.Cet 2, 2007.Sidoarjo: Muhammadiyah University Press. Hlm 85
[2] Soerjono, Soekanto.1982 : 199
[3] Imam Asyari, Sapari. Sosiologi. Hlm 86
[4] Selengkapnya di buku pengantar sosiologi. Narwoko, Dwi dan Suyanto, Bagong. Kencana. Ed.II hlm148-149