A. Sejarah Demokrasi
Konsep demokrasi lahir dari pemikiran Yunani tentang hubungan Negara dan
hokum,yang di praktikkan antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. demokrasi yang
di praktikkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung, yaitu hak rakyat
untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga
Negara berdasarkan prosedur mayoritas.
Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena Negara kota ( city state ) Yunani kuno merupakan
sebuah kawasan politik yang kecil,sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak
lebih dari 300.000 orang. Yang unik dari demokrasi yunani itu adalah ternyata
hanya kalangan tertentu ( warga Negara resmi) yang dapat menikmati dan
menjalankan system demokrasi awal tersebut. Sementara masyarakat berstatus
budak,pedagang asing,perempuan, dan anak-anak tidak bisa menikmati demokrasi.
Demokrasi Yunani Kuno berakhir pada Abad pertengahan. Pada masa ini
masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh
kehidupan keagamaan terpusat pada paus dan pejabat agama dengan kehidupan
politik yang diwarnai dengan perebutan kekuasaan dikalangan para bangsawan.
Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir Abad Pertengahan,
ditandai oleh lahirnya Magna Charta ( piagam besar ) di inggris. Magna Charta
adalah suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan raja John
inggris. Dalam Magna Charta ditegaskan bahwa Raja mengakui dan menjamin
beberapa hak khusus bawahnya. Terdapat dua hal yang sangat mendasar pada piagam
ini. Pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih
penting daripada kedaulatan raja.
Momentum lainnnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi diEropa
adalah gerakan pencerahan ( renaissance ) dan reformasi. Renaissance merupakan
gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno.
Sebagaian ahli, salah satunya sejarawan Philip K. Hitti, menyatakan bahwa
gerakan pencerahan di barat merupakan buah dari kontak Eropa dengan dunia islam
yang ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban dan ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan islam pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun,
Al-Razi, Al-Kindi,Umar Khayyam, Al- Khawarizmi tidak saja berhasil
mengembangkan ilmuan persi Kuno dan warisan Yunani Kuno,melainkan berhasil pula
menjadikan temuan mereka sesuai dengan alam pikiran Yunani. Pemuliaan ilmuan
muslim terhadap kemampuan akal ternyata telah berpengaruh pada bangkitnya
kembali tuntutan demokrasi di masyarakat Barat. Dengan ungkapan lain,
rasionalitas islam memiliki sumbangsih tidak sedikit terhadap kemunculan
kembali tradisi berdemokrasi di Yunani.
Gerakan reformasi merupakan penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi di
Barat, setelah sempat tenggelam pada abad pertengahan. Gerakan reformasi adalah
gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke-16. tujuan dari gerakan ini
merupakan gerakan kritis terhadap kebekuan doktrin greja. Selanjutnya gerakan
reformasi ini dikenal dengan gerakan protestanisme Amerika. Gerakan ini
dipelopori oleh Marthin Luther King yang menyerukan kebebasan berfikir dan
bertindak. Gerakan kritis terhadap kejumudan gereja dan monarki absolute
bertumpu pada rasionalitas yang berdasar pada hokum alam dan kontrak social ( social contract ). Salah satu asas dalam
hokum alam itu adalah pandangan bahwa
dunia ini dikuasai oleh hokum yang timbuli alam. ( natural law ) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang
universal.berlaku untuk semua waktu dan semua orang, baik raja, bangsawan,
maupun rakyat jelata. Unsure universalitas hokum alam pada akhirnya
mempengaruhi kehidupan politik di Eropa. Politik tidak lagi berdasarkan
kepatuhan absolute dari rakyat kepada raja. Tetapi, didasarkan pada perjanjian
social kontrak yang mengikat kedua belah pihak.
Lahirnya istilah kontrak social antara yang berkuasa dan yang dikuasai
tidak lepas dari dua filsuf Eropa, John Lock ( Inggris ) dan Montesquieu (
perancis ). Pemikiran kedua nya telah berpengaruh pad ide dan gagasan
pemerintah demokrasi . menurut Locke ( 1632-1704 ), hak –hak politik rakyat
mencakup hak atas hidup kebebasan dan hak kepemilikan. Sedangkan menurut
Montesquieu ( 1689-1744 ), system politik yang dapat menjamin hak-hak politik
tersebut adalah melalui prinsip trias
politica . trias politica adalah suatau system pemisahan kekuasaan dalam
Negara menjadi tiga kekuasaan : oleh organ tersendiri secara merdeka.
Gagasan demokrasi dari kedua filsuf Eropa itu pada akhirnya berpengaruh
pada kelahiran konsep konstitusi demokrasi Barat. Konstitusi demokrasi yang
bersandar pada trias politica ini selanjutnya berakibat pada munculnya konsep welfare state ( Negara kesejahteraan ).
Konsep Negara kesejahteraan pada intinya merupakan suatu konsep pemerintahan
yang memprioritaskan kinerjanya pada peningkatan kesejahteraan warga Negara.
a ) Demokrasi di Indonesia
Sejarah
demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat priode: periode 1945-1959,
periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan periode pasca Orde Baru.
- Periode
1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer.
Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan. Namun demikian, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk
Indonesia .
Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi model Barat ini telah
memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi
kehidupan social politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan system demokrasi
Parlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi
kesukuan dan agama. Akibatnya , pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik
pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat
mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional yang
mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat
antara fraksi-fraksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintahan
pusat telah mengancam berjalannya demokrasi itu sendiri.
Factor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan
partai-partai dalam majelis Konstituante untuk mencapai consensus mengenai
dasar Negara untuk mencapai konsensusmengenai dasar Negara untuk undang-undang
dasar baru,mendorong presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5
juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan
demikian, masa demokrasi berdasarkan system parlementer berakhir, digantikan
oleh Demokrasi Terpimpin ( Guided Democracy ) yang memosisikan Presiden
Soekarno menjadi pusat kekuasaan.
- Periode 1959-1965
Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. Cirri-ciri
demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh
komunis dan peranan tentara (ABRI ) dalam panggung politik nasional. Hal ini
disebabkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk
mencari jalan keluar dari kebuntuhan politik melalui pembentukan kepemimpinan
personal yang kuat. Sekalipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk
memimpin pemerintahan selama lima
tahun, ketetapan MPRS No. III/ 1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden
seumur hidup. Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah
membatalkan pembatasan waktu lima
tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.
Kepemimpinan presiden tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan
kebijakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-Umdang Dasar 1945.
misalnya, pada tahun 1960 presiden soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat
hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 secara
eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat
demikian. Dengan kata lain, sejak diberlakukan Dekrit presiden 1959 telah
terjadi penyimpangan konstitusi oleh presiden.
Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafi’i Ma,arif, demokrasi terpimpin
sebenarnya ingin menempatkan Presiden Soekarno ibarat seorang ayah dalam sebuah
keluarga besar yang bernama Indonesia
dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang
sangat besar dalam demokrasi terpimpin model Presiden Soekarno adalah
pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, yakni lahirnya absolutisme dan
terpusatnya kekuasaan pada diri pemimpi, dan pada saat yang sama hilangnya
control social dan Check and balance dari legislative terhadap eksekutif.
Dalam kehidupan politik, peran politik Partai Komunis Indonesia ( PKI )
sangat-sangatlah menonjol. Bersandar pada Dekrit Presiden 5 juli sebagai sumber
hokum, didirikan banyak badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang
digunakan oleh PKI sebagai wadah kegiatan politik. Front Nasional yang
digunakan oleh PKI untuk menjadi bagian strategi taktik komunisme internasional
yang menggariskan pembentukan Front Nasional sebagai persiapan kea rah
terbentuknya demokrasi rakyat. Strategi
politik PKI untuk mendulang keuntungan dari karisma kepemimpinan Presiden
Soekarno dengan cara mendukung pemberedelan pers dan partai politik misalnya
Masyumi, yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan.
Perilaku politik PKI yang berhaluan sosialis Marxis tentu tidak dibiarkan
begitu saja oleh partai politik islam dan kalangan militer TNI, yang pada waktu
itu merupakan salah satu komponen politik penting presiden Soekarno. Akhir dari
system demokrasi terpimpin Soekarno yang berakibat pada persetuan politik
ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan
gerakan 30 september 1965.
- Periode
1965-1998
Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde
Barunya. Sebutan Orde Baru merupakn kritik terhadap periode sebelumnya, Orde
Lama. Orde Baru, sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk
meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi
dalam masa Demokrasi Terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan nasional,
demokrasi terpimpin ala presiden Soekarno telah diganti oleh elite Orde Baru
dengan Demokrasi pancasila.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya yang menetapkan masa jabatan
presiden seumur hidup untuk presiden Soekarno telah dihapuskan dan diganti
dengan pembatasan jabatan lima
tahun dan dapat dipilih kembali melalui proses pemilu.
Demokrasi pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen
demokrasi. Pertama, demokrasi dalam
bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas Negara hukum
dan kepastian hukum. Kedua, demokrasi
dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua
warga Negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya
bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak.
Hal yang sangat disayangkan adalah, alih-alih pelaksanaan ajaran
pancasila secara murni dan konsekuensi, demokrasi pancasila yang dikampanyekan oleh
Orde Baru baru sebatas retorika politik
belaka. Dalam praktik kenegaran dan pemerintahannya, penguasa Orde Baru
bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Seperti dikatakan oleh M.Rusli
Karim, ketidakdemokratisan penguasa orde baru di tandai oleh :
- dominannya peranan militer ( ABRI )
- birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik
- pengebirian peran dan fungsi partai politik
- campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan public
- politik masa mengambang
- monolitisasi idiologi Negara
- inkorporasi lembaga nonpemerintah.
4. Periode Pasca Orde Baru
Periode pasca orde baru sering disebut dengan era reformasi. Periode ini
erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan
demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya
Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan Orde Baru pada Mei 1998, setelah lebih
dari tiga puluh tahun berkuasa dengan demokrasi pancasilanya. Penyelewengan
atas dasar Negara pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap
antipati sebagian masyarakat terhadap dasar Negara tersebut.
Pengalaman pahit yang menimpa pancasila, yang pada dasarnya sangat
terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kalangan
tokoh reformasi untuk menambah atribut tertentu pada kata demokrasi. Bercermin
pada pengalaman manipulasi atas pancasila oleh penguasa Orde Baru, demokrasi
yang hendak dikembangkan setelah kejatuhan rezim Orde Baru adalah demokrasi
tanpa nama atau demokrasi embel-embel di mana hak rakyat merupakan komponen
inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana
demokrasi pasca Orde Baru erat kaitannya
dengan pemberdayaan masyarakat madani ( civil society ) dan penegakan HAM
secara sungguh-sungguh.
A.
Unsur Pokok yang
dibutuhkan tatanan masyarakat yang demokratis
Menjadi demokratis membutuhkan norma dan rujukan praktis serta teoritis
dari masyarakat yang telah maju dalam berdemokrasi. Menurut cendekiawan muslim
Nurcholish Madjid, pandangan hidup demokratis dapat bersandar pada bahan-bahan
yang telah berkembang baik secara teoritis maupun pengalaman praktis
dinegara-negara yang demokrasinya sudah mapan.setidaknya ada enam norma atau
unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam
norma itu adalah:
1.
Kesadaran akan pluralisme.
Kesadaran akan kemajemukan tidak sekedar pengakuan pasif akan kenyataan
masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan menghendaki tanggapan dan
sikap positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Pengakuan akan
kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai dan
mengakomodasi beragam pandangan dan sikap dan kelompok lain, sebagai bagian
dari kewajiban warga Negara dan Negara untuk menjaga dan melindungi hak orang
lain untuk diakui keberadaannya.jika norma ini dijalankan secara sadar dan
konsekuen diharapkan dapat mencegah munculnya sikap dan pandangan hegemoni
mayoritas dan tirani minoritas dalam konteks Indonesia, kenyataan alamiah
kemajemukan Indonesia bisa dijadikan sebagai modal potensial bagi masa depan
demokrasi Indonesia.
2.
Musyawarah. Makna dan semangat
musyawarah ialah mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan warga Negara
untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk melakukan negosiasi dan
kompromi-kompromi social dan politik secara damai dan bebasa dalam setiap
keputusan bersama. Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang menerima
kemungkinan terjadinya “ partial functioning of ideals “, yaitu pandangan dasar
bahwa belum tentu, dan tak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau
kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya konsekuensi dari prinsip ini
adalah kesediaan setiap orang maupun kelompok untuk menerima pandangan yang
berbeda dari orang atau kelompok lain dalam bentuk-bentuk kompromi melalui
jalan musyawarah yang berjalan secara seimbang dan aman.
3.
cara haruslah sejalan dengan
tujuan. Norma ini menekankan bahwa hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan
bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan.dengan ungkapan lain, demokrasi pada
hakikatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi ( pemilu,
suksesi kepemimpinan, dan aturan mainnya ), tetapi harus dilakukan secara
santun dan beradab, yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan tanpa
paksaan, tekaknan, dan ancaman dari dan oleh siapapun, tetapi dilakukan secara
suka rela, dialogis, dan saling menguntungkan.unsur-unsur inilah yang
melahirkan demokrasi yang substansian.
4.
Norma kejujuran dalam pemufakatan.
Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni
permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai kesepakatan yang memberi
keuntungan semua pihak. Karena itu, factor ketulusan dalam usaha bersama
mewujudkan tatanan social yang baik untuk semua warga Negara merupakan hal yang
sangat penting dalam membangun tradisi demokrasi. Prinsip ini erat kaitannya
dengan faham musyawrah seperti telah dikemukakan diatas.musyawarah yang benar
dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok
memiliki pandangan positif terhadap perbedaan pendapat orang lain.
5.
kebebasan nurani, persamaan hak,
dan kewajiban. Pengakuan akan kebebasan nurani ( freedom of conscience ),
persamaan hak dan kewajiban bagi semua( egalitarianism ) merupakn demokrasi
yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada I’ tikad baik orang dan
kelompok lain ( trust attitude ).norma ini akan berkembang dengan baik jika
ditopang oleh pandangan positif dan optimis terhadap manusia. Sebaliknya,
pandangan negative dan pesimis terhadap manusia dengan mudah akan melahirkan
sikap dan perilaku curiga dan tidak percaya kepada orang lain. Sikap dan perilaku
ini akan sangat berpotensi melahirkan sikap enggan untuk saling terbuka, saling
berbagi untuk kemaslahatan bersam atau untuk melakukan kompromi dengan
pihak-pihak yang berbeda.
6.
Trial and error ( percobaan dan
salah ) dalm demokrasi. Demokrasi bukanlah sesuatu yang telah selesai dan siap
saji, tetapi ia merupakan sebuah proses tanpa henti. Dalam kerangka ini
demokrasi membutuhakan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk
menerima kemungkinan ketdak tepatan atau kesalahan dalam peraktik berdemokrasi.
Untuk meminimalkan unsur-unsur negative demokrasi, partisipasi warga
Negara mutlak dibutuhkan. Sebagai Negara yang masih minim pengalaman
berdemokrasinya, Indonesia
masih membutuhkan percobaan-percobaan dan “ jatuh bangun “ dalam berdemokrasi.
Kesabaran semua pihak untuk melewati proses-proses demokrasi akan sangat
menentukan kematangan demokrasi Indonesia dimasa yang akan datang.
B.
Makna dan Hakikat Demokrasi
Secara etimologis kata demokrasi berasal dari bahasa yunani demos dan cratos atau cratein. Demos,
yang berarti rakyat atau penduduk
setempat, dan cratos atau cratein semakna dengan kekuasaan atau kedaulatan.
Gabungan dua kata demos-cratein atau cratos ( demokrasi ) memiliki arti suatu
sistem pemerintahan yang kedaulatan tertinggi berada dalam keputusan bersama
rakyat,dilaksanakan oleh rakyat, untuk kepentingan rakyat.
Demokrasi didunia sudah menjadi pilihan terbaik sebagian besar manusia,
sebagai suatu system kehidupan bernegara dan berpemerintahan. Sehingga
demokrasi dianggap sebagai suatu asas fundamental. Dan juga sebagai asas
kenegaraan yang secara essensial memberikan arah bagi peranan rakyat atau
masyarakat untuk menjadikan negara
sebagai organisasi tertinggi nya.
Menurut
pengertian secara istilah ( terminology ) dari para ahli, misalnya :
a)
Sidney Hook menyatakan : “
demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan pemerintahan yang penting
secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.”
b)
Henry B. Mayo,” demokrasi sebagai
system politik merupakan suatu system yang menunjukkan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan –pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik.
c)
Philippe C.Schmitter dan Terry
Lynn Karl, menyatakan : “ demokrasi sebagai suatu system pemerintahan, yang
meminta pemerintah bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya di wilayah
public oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi
dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.”
d)
Affan Gaffar ( 2000 ), memaknai
demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normative ( demokrasi
normative ) dan empiric ( demokrasi empiric ).
Demokrasi normatif adalah
demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah Negara. Sedangkan
demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik
praktis.
e) Joseph A. Schmeter menyatakan, demokrasi merupakan
suatu perencanaan institusional untuk
mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Dari batasan atau definisi di atas dapat dipahami bahwa Negara yang
menganut system demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan
kehendak atau kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti
pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas
persetujuan rakyat, karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Jadi hakekat demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh
rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat ( government of the people, government
by people, and government for people ).
Pemerintahan dari rakyat ( government of the people ), maknanya
pemerintahan yang sah dan diakui oleh rakyat. Artinya pemerintahan yang
mendapat pengakuan sah dan dukungan yang diberikan oleh rakyat, melalui proses
pemilu yang jujur dan adil serta bebas rahasia. Tentu ada pemerintahan yang
tidak sah dan tidak diakui oleh rakyat, maksudnya pemerintahan yang sedang
menjalankan tugasnya tapi tidak mendapatkan legitimasi atau pengakuan sah dan
dukungan dari rakyat. Legitimasi menjadi sangat penting bagi pemerintahan untuk
menjalankan amanat rakyat dengan birokrasi yang dibangunnya, untuk memenuhi
tuntutan rakyat tersebut.
Pemerintahan oleh rakyat ( government by the people ), maksudnya
pemerintahan yang dijalankan itu kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas
dorongan perorangan, atau keinginan diri sendiri. Sehingga rakyat selalu
mengawasinya. Pengawasan rakyat ini secara langsung bisa dilakukan oleh DPR (
Dewan Perwakilan Rakyat ) hasil pemilu serta DPD ( Dewan Perwakilan Daerah ).
Secara tidak langsung oleh semua rakyat, misalnya lewat pers.
Pemerintahan untuk rakyat ( government for the people , mengandung
pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus
dijalan kan
untuk kepentingan rakyat. Kepentinagan rakyat umum harus dijadikan landasan
utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis.
Demi terciptanya proses demokrasi setelah terbentuknya sebuah
pemerintahan demokratis, lewat mekanisme pemilu demokratis, Negara berkewajiban
untuk membuka saluran-saluran demokrasi. Selain saluran demokrasi formal lewat
DPR dan partai politik, untuk mendapat masukan dan kritik dari warga Negara
dalam rangka terjadinya control terhadap jalannya pemerintahan, pemerintah yang
demokratis berkewajiban menyediakn dan menjaga saluran-saluran demokrasi
nonformal bisa berupa penyediaan fasilitas-fasilitas umum atau ruang public ( public
sphere ) sebagai sarana interaksi social, seperti stasiun radio dan televisi,
teman, dan lain-lain. Sarana public ini dapat digunakan oleh semua warga Negara
untuk menyalurkan pendapatnya secara bebas dan aman. Rasa aman dalam
menyalurkan pendapat dan sikap harus dijamin oleh Negara melalui undang-undang
yang dijalankan oleh aparaturnya secara adil.
Hal lainnya yang menunjang kebebasan berekspresi dan berorganisasi adalah
dukungan pemerintah terhadap kebebasan pers yang bertanggung jawab.
C.
Unsur- unsur Pendukung Tegaknya
Demokrasi
Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tatanan kehidupan kenegaraan,
pemerintahan, ekonomi, social dan politik sangat bergantung kepada keberadaan
dan peran yang dijalan kan
oleh unsure-unsur penopang tegaknya demokrasi antara lain :
1.
Negara Hukum ( Rechtsstaat atau
The Rule Of Law )
Negara hukum
memiliki pengertian bahwa Negara memberikan perlindungan hokum bagi warga
Negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta
menjamin Hak Asasi Manusia. Secara garis besar Negara hokum adalah sebuah
Negara dengan gabungan kedua konsep dan the
rule of law. Konsep rechtsstaat
mempunyai cirri-ciri berikut :
a)
Adanya perlindungan terhadap HAM
b)
Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan
pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM
c)
Pemerintsh berdasarkan peraturan
d)
Adanya peradilan administrasi
Sedangkan, the
rule of law dicirikan oleh adanya :
a)
supremasi aturan-aturan hokum
b)
kesamaan kedudukan didepan hokum
c)
jaminan perlindungan HAM
Istilah Negara hukum
lebih jelas nya dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: “ indonesia
ialah Negara yang berdasarkan atas hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan
belaka”. Penjelasan tersebut sekaligus merupakan gambaran system pemerintahan
Negara Indonesia .
2.
Masyarakt Madani ( civil Society )
Masyarakat madani adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka,
egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan Negara. Masyarakat madani merupakan
elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Posisi penting
masyarakt madani dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
Negara atau pemerintah.
Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic enagement yaitu keterlibatan
warga Negara dalam asosiasi social. Keterlibatan warga Negara ini memungkinkan
tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antar satu dengan yang lainnya
yang sangat penting artinya bagi bangunan politik demokrasi, ( Saiful Mujani :
2001 ). Masyarakat madani atau civil society dan demokrasi bagi gillner,
merupakan dua kata kunci yang tidak dapat diisahkan. Demokrasi dapat dianggap
sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Selain
itu demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat dalam kaitan dengan
pengungkapan kehendak, adanya perbedaan pandangan, keragaman dan consensus.
Tatanan nilai masyarakat itu ada dalam masyarakt madani. Karena itu demokrasi
membutuhkan tatanan nilai-nilai social yang ada pada masyarakat madani.
Masyarakat madani dibentuk diluar Negara, maksudnya tanpa campur tangan
Negara, seperti LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ). Ia dapat menjalankan peran
dan fungsinya sebagai mitra kerja Negara ( eksekutif dan legislative serta
yudikatif ), dapat melakukan control social, sehingga keberadaannya menjadi
sangat penting bagi kehidupan demokrasi.
3.
Infrastruktur Politik atau Aliansi
Kelompok Strategis
Infrastruktur politik atau aliansi kelompok strategis adalah organisasi
politik, organisasi masyarakat, serta kelompok-kelompok penekan atau kelompok
kepentingan, yaitu partai-partai politik,
organisasi keagamaan misalnya NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, Nahdatul
Wathon al-Wasliyah, al-Irsyad, Walubi, PGI dan lain-lian. Kalau Organisasi
Profesi atau menurut keahlian seperti Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ), Asosiasi
Ilmuwan Politik Indonesia ( AIPI ). Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ),
dan sebagainya.
Peran politik dalam menegakkan demokrasi adalah:
a)
Sebagai sarana komunikasi politik
b)
Sebagai sarana sosialisasi politik
c)
Sebagai sarana rekruitmen kader
dan anggota politik
d)
Sebagai sarana pengatur konflik
Wujud demokrasi
berada pada aktivitas infrastruktur politik tersebut, sehingga menjadi pilar
demokrasi.
4.
Pers yang bebas dan
bertanggungjawab
Pers adalah sarana public di luar infrastruktur politik, untuk menyampaikan
gagasan, pikiran dan lain-lain, secara tertulis dan bebas kepada public.
Seringkali kebablasan dalam menyampaikan kebebasannya itu, sehingga perlu
adanya tanggung jawab akan akibat yang mungkin akan terjadi karena pers menjadi
salah satu pilar penegakan demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar